Anto berasal dari keluarga tidak mampu. Bersama orang tua
dan keempat saudaranya, Anto tinggal disebuah desa terpencil. Kehidupan mereka
pas-pasan bahkan terkadang kurang. Penghasilan orang tua mereka sebagai
pekerjaan serabutan seringkali hanya cukup untuk makan.
Bisa ditebak, Anto dan keempat saudaranya tidak bisa
mendapatkan pendidikan yang selayaknya. Rata-rata mereka hanya lulus SMP. Bukan
hanya itu rasa pahit yang mereka rasakan, ada yang lebih pahit lagi, yaitu
ajakan dari teman-teman mereka.
‘’Anak gratisan, anak gratisan!’’ kata teman-teman mereka.
Mereka dipanggil anak gratisan karena seringkali pihak sekolah membebaskan uang
sekolah mereka dengan alasan tidak mampu membayar. Bukan hanya itu kalimat
ejekan yang mereka dengar, teman-teman mereka juga berteriak, ‘’Bayar dong!
Bayar dong!’’Sakit hati? Memang. mereka sakit hati, tetapi tidak bisa berbuat
apa-apa.
Anto, yang adalah anak ketiga dari lima bersaudara itu, yang
paling reaktif. Namun reaksinya hanya bisa ‘’ngedumel’’. Kondisi itulah yang
menumbuhkan tekad Anto untuk berubah. Dia berkata, ‘’Lihat saja, suatu kali
nanti, kalian tidak akan berkata-kata itu lagi!’’
Tekad Anto memang kuat. Setelah merasa cukup umur, maka Anto
merantau meningalkan desanya, menyebrangi lautan, pergi kekota yang bernama
Jakarta. Karena tekadnya ini, Anto tidak malu untuk bekerja sebagai buruh.
Disamping itu, Anto berinisiatif mengumpulkan bungkus makanan dan minuman untuk
dijual kepada seorang penadah. ‘’Lihat saja nanti,’’ itu terus yang dia ucapkan.
Rasa tidak malu, bekerja keras disertai pandai menyimpan
uang, mulai membuat Anto merasakan kemapanan. Pada gilirannya, ketika merasa
uang tabungannya sudah cukup, dia mulai membuka usaha sendiri, yaitu berjualan
sembako. Usahanya ini tidak semulus yang dibayangkan. Apalagi, saat itu terjadi
krisis moneter. Namun, keadaan ini tidak membuat Anto berputus asa. Dengan
berpijak pada ejekan masa lalu, dia pun terus membangun tekadnya dan berusaha
semaksimal mungkin. ‘’Aku harus buktikan,’’ demikian tekadnya.
Bisa dibayangkan hasil yang akan diterima oleh orang-orang
yang sedemikian kuat tekadnya. Dan memang benar, singkat cerita Anto sekarang
sudah menjadi orang yang berhasil. Rumah tiga, satu mobil keluarga dan beberapa
mobil untuk mengangkut barang dagangannya adalah bukti bahwa dia sudah
berhasil. Anak-anaknya pun sudah bisa menyelesaikan pendidikannya dengan baik
dan sudah bekerja. Anto sekarang menjadi tulang punggung bagi keluarganya.
Betapa sering kita berputus asa hanya karena sebuah tekanan
yang menghimpit. Kita menjadi hilang semangat, kita merasa ‘’down’’ ketika
orang lain merendahkan diri kita. Namun ayo!, saya mengajak Anda semua untuk
beranjak dari kursi pesakitan Anda. Mari kita jadikan situasi dan kondisi yang
tidak menyenangkan ini sebagai batu loncatan untuk meraih sukses. Sebagaimana
kisah perjalanan hidup Anto, demikian juga Anda bisa berkata pada diri sendiri
‘’Aku bisa, aku akan buktikan.’’
Anda harus mempunyai semangat itu lagi, Ayo paksa agar diri
Anda bersemangat kembali, tanamkan selalu dalam hati dan pikiran, ‘’Aku Pasti
Bisa! Aku Pasti Bisa! Aku Pasti Bisa!’’
Tidak ada komentar:
Posting Komentar