"Saya mau ikut seminar motivasi biar hidup saya berubah," ujar 
seorang pemuda penuh semangat saat akan berangkat menghadiri sebuah 
seminar motivasi yang diklaim bisa membawa terobosan hidup. Benarkah 
hidup akan berubah dengan mengikuti sebuah seminar? Tentu saja tidak! 
Sebab perubahan hidup dinilai dari hasil bukan sekedar tahu atau 
bersemangat sesaat.
Maksud saya begini, tiap minggu, sebagai orang
 beriman kita senantiasa pergi ke rumah ibadah. Mendengar khotbah atau 
nasihat-nasihat kehidupan yang berharga. Pada saat itu, hati kita kerap 
terbakar, tersentuh atau bergelora. Tapi sebulan kemudian, apa yang 
terjadi? Apakah perasaan itu masih ada? Apakah pengetahuan yang kita 
dapatkan tempo hari membuat hidup kita berubah? Belum tentu!
Sebuah
 event sebagus apa pun, hanya menjadi momentum awal bagi perubahan 
hidup. Event akan menantang kita berubah karena sebuah event bisa 
membuat kita tersadar mengenai pola pikir, pola perilaku atau pola 
tindakan yang keliru. Dan yang harus kita ingat, hanya karena kita tahu 
atau merasakan sesuatu, tidak berarti kita berubah. 
Sebagai 
seorang pembicara, saya kerap melihat ada orang-orang tertentu yang 
dalam istilah saya seminaris atau hobinya dari seminar ke seminar. 
Misalnya ada yang hobi ikut seminar entrepreneurship dari beberapa tahun
 silam namun beberapa  bulan lalu bertemu saya, masih saja ia belum 
memulai bisnis. Ada juga yang hobi ikut seminar motivasi tapi hidupnya 
tetap sama saja. Mereka ini ibarat orang yang kecanduan seminar 
motivasi. Ada juga yang seperti kecanduan seorang motivator. Ia 
senantiasa hadir dalam seminar sang motivator tersebut, meski topik yang
 dibahasnya sama-sama saja. Pertanyaan paling penting, apakah 
orang-orang seperti ini kemudian berubah hidupnya? Tidak selalu!
Perubahan
 membutuhkan sebuah proses penuh perjuangan plus pengorbanan. Kesediaan 
untuk membayar harga secara penuh dituntut dalam sebuah proses perubahan
 sejati. Itulah sebabnya saya sering berkata, perubahan itu sifatnya 
personal. Tidak ada orang lain yang bisa mengubah Anda, jika Anda tidak 
mau. Situasi atau kondisi, bahkan motivator kelas dunia pun hanya 
menjadi semacam stimulus bagi perubahan Anda. Namun, keputusan untuk 
berubah ada di tangan Anda.
Namun jika Anda serius ingin berubah, 
tanpa ikut seminar motivasi pun Anda bisa berubah. Mengapa? Keinginan 
serta motivasi dari dalam diri Anda (motivasi internal) selalu jauh 
lebih baik daripada Anda menunggu dimotivasi oleh situasi, kondisi atau 
motivator sekaliber apa pun. 
Contonya begini, jika dokter 
memberitahu Anda bahwa Anda menderita kanker tertentu dan usia Anda 
paling maksimal hanya 2 bulan lagi, saya percaya dalam waktu dua bulan 
itu Anda akan melakukan hal-hal terbaik dan terpenting dalam hidup Anda.
  Misalnya, menjadi ayah dan ibu yang baik juga melakukan hal yang 
menjadi kerinduan hati Anda, seperti menulis buku. Saya pernah mendengar
 kisah seorang tokoh terkenal yang justru menulis buku di akhir 
hayatnya, dalam keadaan sakit dan terbaring di rumah sakit. Dalam waktu 
sekitar enam bulan terakhir hidupnya itu, ia berhasil merampungkan 
sebuah buku. Semua itu dilakukannya tanpa perlu hadir dalam seminar 
motivasi karena ia mempunyai motivasi internal yang sangat kuat!
Tolong
 dipahami, saya sama sekali tidak anti seminar atau motivator. Sama 
sekali tidak! Bagaimana mungkin saya anti hal tersebut? Saya sendiri 
sejak tahun 2002 menulis buku-buku motivasi dan pengembangan diri. Saya 
memperdalam ilmu pengembangan diri dan kepemimpinan dari guru 
kepemimpinan, Dr. John C. Maxwell. Artinya ilmu tersebut menarik bagi 
saya dan akan betul-betul berguna jika dipraktekkan secara konsisten. 
Saya tidak pernah menyebut diri saya sebagai motivator! Publik yang 
memberikan sebutan itu. Baik secara lisan, lewat plakat atau pun 
sertifikat tanda terima kasih karena saya telah berbicara di sebuah 
institusi atau lembaga.
John C. Maxwell sendiri mengatakan ada 2 
macam motivator. Yang pertama adalah motivational speaker. Ia mampu 
membakar semangat Anda sehingga pada saat seminar Anda merasa harus 
membuat komitmen ini - itu namun keesokan harinya Anda bingung sendiri 
dan tidak tahu apa yang harus Anda lakukan agar hidup Anda berubah. Yang
 kedua adalah motivational teacher. Ibarat seorang guru handal, ia tidak
 hanya menyemangati Anda tapi juga mengajarkan cara-cara bagaimana Anda 
mencapai impian atau merubah hidup Anda. Ia ibarat seorang tour guide 
handal. Beruntunglah Anda jika Anda menjumpai atau dibimbing oleh orang 
semacam ini sebab ia memberikan Anda peta jalan di saat Anda penuh 
gairah untuk menempuh perjalanan sukses Anda. Peta jalan itu sangat 
penting agar Anda tidak tersesat.
Saya juga amat prihatin karena 
beberapa tahun terakhir ini banyak bermunculan orang yang berani 
menyebut diri mereka sebagai motivator. Dipajang dengan keren di kartu 
nama, dsb. Ini memang menarik namun dilema. Menarik karena kehadiran 
para motivator terkadang bisa membawa angin segar untuk memulai 
perubahan. Dilema karena banyak di antara motivator yang sebenarnya 
hanya jago omong. Mereka ibarat travel agent, bukan tour guide. Travel 
agent memberikan Anda tiket dan menjelaskan paket wisata yang Anda beli 
namun belum tentu ia pernah ke tempat-tempat wisata yang akan Anda 
kunjungi. Kalau tour guide, ia pasti pernah ke sana dan ia tahu jalan 
menuju sana dan ia bersedia membimbing Anda menuju ke sana.
Lebih 
menyedihkan lagi, tidak sedikit yang menjadi motivator hanya karena 
tergiur dengan besarnya tarif bicara para motivator alias speaking fee. 
“Menjadi motivator adalah panggilan hidup, bukan profesi,” ujar seorang 
teman motivator yang aktif dalam pelayanan sosial. Ia sering tampil 
memberikan motivasi tanpa dibayar satu rupiah pun, bahkan kerap kali ia 
harus menanggung sendiri semua biaya transportasi dan akomodasi. Salut!
Sekarang,
 semuanya terpulang kepada Anda. Berubah karena memiliki motivasi 
internal yang kuat ataukah harus menunggu bertemu seorang motivator?
Artikel oleh : Paulus Winarto (Penulis Buku Maximizing Your Talent, Leadership Trainer dan Dosen).
 
 
 
Tidak ada komentar:
Posting Komentar